Kritik arsitektur metode deskriptif
Kritik Arsitektur
dengan Metode Deskriptif- Museum Olahraga TMII.
Project : Museum
Olahraga TMII
Architects : Ir. Zain
RachmanIr
Location : Jakarta
Museum
Olahraga berdiri di atas lahan dengan luas 1,5 ha dengan luas bangunan ± 3000
m2, dan tinggi 17 meter. Lokasi site museum olahraga sangatlah strategis,
kerena dekat dengan pintu masuk selatan dan jalan utama area masuk TMII. Bentuk
bangunan Museum Olahraga adalah Bola, karena diambil dari salah satu cabang
olahraga yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat yaitu sepak bola.
Desain
bangunan yang terimajinasi oleh bentukan bola ini, jika dilihat dari jarak jauh
mempunyai tekstur yang halus dengan pemberian warna putih pada dinding selimut
bola,. Setelah dilakukan penglihatan secara dekat, tekstur dari ruang lingkup
bola tersebut menjadi agak jelas dan terlihat ornament yang terkandung didalam
selimut bola. Material yang digunakan untuk selimut bola adalah keramik 10/20
dan terdapat space yang berfungsi untuk menimbulkan garis segi enam.
Konsep
dasar penerapan metafora pada museum berawal dari gagasan ide sebuah olahraga
yang terkenal, yaitu sepak bola. Dari permainan sepak bola itu, mewujudkan
konsep dengan merujuk kepada suatu bentukan bola. Bentuk bola tersebut tidak
hanya sebagai estetika bangunan, tetapi lebih memperhatikan fungsi ruang yang
berada didalamnya.
Ruang
pamer olahraga berprestasi, menampilkan pelbagai alat olahraga dan penghargaan
berupa medali dan piala para atlet yang telah mengharumkan nama bangsa
Indonesia; permainan tradisional, menampilkan sejumlah alat permainan
tradisional dari berbagai provinsi; serta Pekan Olah Raga Nasional (PON),
menampilkan berbagai hal mengenai PON-I sampai dengan PON-9, dan alat
perwasitan.
Selain
bangunan ini dimaksudkan untuk mendatangkan banyak pengunjung dan wisatawan,
tetapi juga museum ini bertujuan memberikan pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya olah raga bagi kesehatan badan. Dengan desain yang unik dan fungsi
bangunan sebagai museum untuk seni sekaligus sejarah singkat pengetahuan
olahraga di Indonesia, nampaknya tujuan tersebut akan dapat tercapai.
Kritik arsitektur normatif (metode
tipikal)
Kritik Arsitektur -
Metode Normatif (Tipikal)
K R
I T I
K T I
P I K
A L
Studi tipe bangunan saat
ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat
dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type
yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
Studi tipe bangunan
lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang
telah terstandarisasi dan kesemuanya
dapat terangkum dalam satu typologi
Metode Tipikal, yaitu
suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan
sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala
sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan,
kantin, gudang, toilet.
Depok
Town Square atau yang lebih dikenal dengan sebutan DETOS, merupakan salah satu
dari sekian pusat perbelajaan yang terdapat di daerah Depok – Jawa Barat. DETOS
sendiri lebih dikenal karena letaknya yang strategis di jalan utama Margonda
Raya – Depok. Sekilas mengenai DETOS, bagunan ini mulai beroperasi pada tahun
2005 dengan fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan. Detos berdiri di area
seluas 160.000 m² dengan total areal lahan seluas 24.000 m² menawarkan lebih
dari 2.300 unit kios yang terdiri dari exteriorshop, speciality shop, open
shop, kafe/restoran dan food court.
Secara
visual, DETOS merupakan sebuah karya arsitektur yang cukup menarik jika dilihat
dari permainan bentuk bangunan yang seolah menggabungkan beberapa bentuk
geometri yang berbeda sehingga berhasil menampilkan sebuah bentuk dinamis yang
sebagian diantaranya bisa dikatakan cukup ekstrim.
Dari
sisi social, sebagai sebuah kawasan pusat perbelanjaan, semua hal yang
dilakukan untuk menarik minat masyarakat memang terlihat wajar terutama dari
bentuk fasad, dimana fasad merupakan bagian utama yang mampu menciptakan rasa
kekaguman dan keingin tauhan masyarakat akan sebuah karya arsitektur.
Namun
lain halnya jika bentuk bangunan ini dilihat dari sisi arsitekur. Bangunan
utama yang terbentuk dari sebuah bentuk geometri yang sederhana seperti kubus
bertujuan untuk mempermudah pengaturan ruang – ruang interior.
Beberapa
hal yang ditampilkan pada bangunan ini terasa terlalu berlebihan dan tidak
memiliki fungsi yang jelas (FORM FOLOW FUNCTION) dan hanya dijadikan sebagai
suatu tipuan visual belaka. Terutama pada bagian fasad yang dengan sengaja
dibuat untuk menciptakan kesan menarik pada bangunan dengan menampilkan
permainan bentuk – bentuk seperti kubus, silinder, segitiga dan bentuk – bentuk
lain yang disusun dengan permainan peletakan yang maju mundur namun sekali lagi
penggunaan metode ini dianggap mengesampingkan sebuah kemurnian desain dari
bangunan
Macam-macam Metode
Kritik Arsitektur
1. Kritik Normatif
Dalam
kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan
kemudian menjadikan norma sebagai tolak
ukur, karena kritik normatif merupakan salah satu cara mengkritisi berdasarkan
prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu pola atau standar, dengan input
dan output berupa penilaian kualitatif maupun kuantitatif.
Kritik
normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu:
a. Metode Doktrin
Merupakan
metode yang dilihat dari aliran atau paham atau nilai-nilai sosial. Singkatnya,
seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema
tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang
apa yang ingin kita buat.
b. Metode Tipikal
Yaitu suatu pendekatan
yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Kebiasaan yang terarah.
Contoh. Bangunan
sekolah,secara tipikal di tempat manapun di Indonesia selalu memiliki ruang
kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
c. Metode Ukuran
Ukuran
dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan
relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif,
sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing-masing.
d. Metode Sistematik
Penilaian digunakan
dari sistem.
2. Kritik Deskriptif
yang menjelaskan sebuah kritik seolah kita adalah seorang jurnalis arsitektur
atau sejarahwan.
Kritik Deskriptif ini
terdiri dari :
1. Kritik Depiktif
Sebuah kritik yang
memaparkan apa adanya tanpa melebih-lebihkan.
2. Kritik Biografis
Kritik yang
menceritakan tentang arsiteknya.
3. Kritik Kontekstual
Kritik yang membahas
apa yang sedang terjadi, mengapa, ada apa, hingga ke akarnya (roots)
4. Kritik Interpretif
yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara
judgemental, terdiri dari :
1. Kritik Evokatif
(Kritik yang membangkitkan rasa)
2. Kritik Advokatif
(Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek
tersebut.)
3. Kritik Impresionis
(Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru)
Elvani
Pangalinan, 4 TB 01, 29311386