Jumat, 27 Februari 2015

Kritik Arsitektur

Kritik arsitektur metode deskriptif
Kritik Arsitektur dengan Metode Deskriptif- Museum Olahraga TMII.
Project : Museum Olahraga TMII
Architects : Ir. Zain RachmanIr
Location : Jakarta
Museum Olahraga berdiri di atas lahan dengan luas 1,5 ha dengan luas bangunan ± 3000 m2, dan tinggi 17 meter. Lokasi site museum olahraga sangatlah strategis, kerena dekat dengan pintu masuk selatan dan jalan utama area masuk TMII. Bentuk bangunan Museum Olahraga adalah Bola, karena diambil dari salah satu cabang olahraga yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat yaitu sepak bola.
Desain bangunan yang terimajinasi oleh bentukan bola ini, jika dilihat dari jarak jauh mempunyai tekstur yang halus dengan pemberian warna putih pada dinding selimut bola,. Setelah dilakukan penglihatan secara dekat, tekstur dari ruang lingkup bola tersebut menjadi agak jelas dan terlihat ornament yang terkandung didalam selimut bola. Material yang digunakan untuk selimut bola adalah keramik 10/20 dan terdapat space yang berfungsi untuk menimbulkan garis segi enam.
Konsep dasar penerapan metafora pada museum berawal dari gagasan ide sebuah olahraga yang terkenal, yaitu sepak bola. Dari permainan sepak bola itu, mewujudkan konsep dengan merujuk kepada suatu bentukan bola. Bentuk bola tersebut tidak hanya sebagai estetika bangunan, tetapi lebih memperhatikan fungsi ruang yang berada didalamnya.
Ruang pamer olahraga berprestasi, menampilkan pelbagai alat olahraga dan penghargaan berupa medali dan piala para atlet yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia; permainan tradisional, menampilkan sejumlah alat permainan tradisional dari berbagai provinsi; serta Pekan Olah Raga Nasional (PON), menampilkan berbagai hal mengenai PON-I sampai dengan PON-9, dan alat perwasitan.
Selain bangunan ini dimaksudkan untuk mendatangkan banyak pengunjung dan wisatawan, tetapi juga museum ini bertujuan memberikan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya olah raga bagi kesehatan badan. Dengan desain yang unik dan fungsi bangunan sebagai museum untuk seni sekaligus sejarah singkat pengetahuan olahraga di Indonesia, nampaknya tujuan tersebut akan dapat tercapai.



Kritik arsitektur normatif (metode tipikal)
Kritik Arsitektur - Metode Normatif (Tipikal)
K  R  I  T  I  K     T  I  P  I  K  A  L
Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan  kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi
Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian,  lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
Depok Town Square atau yang lebih dikenal dengan sebutan DETOS, merupakan salah satu dari sekian pusat perbelajaan yang terdapat di daerah Depok – Jawa Barat. DETOS sendiri lebih dikenal karena letaknya yang strategis di jalan utama Margonda Raya – Depok. Sekilas mengenai DETOS, bagunan ini mulai beroperasi pada tahun 2005 dengan fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan. Detos berdiri di area seluas 160.000 m² dengan total areal lahan seluas 24.000 m² menawarkan lebih dari 2.300 unit kios yang terdiri dari exteriorshop, speciality shop, open shop, kafe/restoran dan food court.
Secara visual, DETOS merupakan sebuah karya arsitektur yang cukup menarik jika dilihat dari permainan bentuk bangunan yang seolah menggabungkan beberapa bentuk geometri yang berbeda sehingga berhasil menampilkan sebuah bentuk dinamis yang sebagian diantaranya bisa dikatakan cukup ekstrim.
Dari sisi social, sebagai sebuah kawasan pusat perbelanjaan, semua hal yang dilakukan untuk menarik minat masyarakat memang terlihat wajar terutama dari bentuk fasad, dimana fasad merupakan bagian utama yang mampu menciptakan rasa kekaguman dan keingin tauhan masyarakat akan sebuah karya arsitektur.
Namun lain halnya jika bentuk bangunan ini dilihat dari sisi arsitekur. Bangunan utama yang terbentuk dari sebuah bentuk geometri yang sederhana seperti kubus bertujuan untuk mempermudah pengaturan ruang – ruang interior.
Beberapa hal yang ditampilkan pada bangunan ini terasa terlalu berlebihan dan tidak memiliki fungsi yang jelas (FORM FOLOW FUNCTION) dan hanya dijadikan sebagai suatu tipuan visual belaka. Terutama pada bagian fasad yang dengan sengaja dibuat untuk menciptakan kesan menarik pada bangunan dengan menampilkan permainan bentuk – bentuk seperti kubus, silinder, segitiga dan bentuk – bentuk lain yang disusun dengan permainan peletakan yang maju mundur namun sekali lagi penggunaan metode ini dianggap mengesampingkan sebuah kemurnian desain dari bangunan
Macam-macam Metode Kritik Arsitektur
1. Kritik Normatif
Dalam kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan kemudian  menjadikan norma sebagai tolak ukur, karena kritik normatif merupakan salah satu cara mengkritisi berdasarkan prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu pola atau standar, dengan input dan output berupa penilaian kualitatif maupun kuantitatif.
Kritik normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu:
a. Metode Doktrin
Merupakan metode yang dilihat dari aliran atau paham atau nilai-nilai sosial. Singkatnya, seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang apa yang ingin kita buat.
b. Metode Tipikal
Yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Kebiasaan yang terarah.
Contoh. Bangunan sekolah,secara tipikal di tempat manapun di Indonesia selalu memiliki ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian,  lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
c. Metode Ukuran
Ukuran dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif, sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing-masing.
d. Metode Sistematik
Penilaian digunakan dari sistem.
2. Kritik Deskriptif yang menjelaskan sebuah kritik seolah kita adalah seorang jurnalis arsitektur atau sejarahwan.



Kritik Deskriptif ini terdiri dari :
1. Kritik Depiktif
Sebuah kritik yang memaparkan apa adanya tanpa melebih-lebihkan.
2. Kritik Biografis
Kritik yang menceritakan tentang arsiteknya.
3. Kritik Kontekstual
Kritik yang membahas apa yang sedang terjadi, mengapa, ada apa, hingga ke akarnya (roots)
4. Kritik Interpretif yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, terdiri dari :

1. Kritik Evokatif (Kritik yang membangkitkan rasa)
2. Kritik Advokatif (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
3. Kritik Impresionis (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru)


Elvani Pangalinan, 4 TB 01, 29311386